Minggu, 21 November 2010

Climbing Tools: Crevasse Rescue Exercise

Climbing Tools: Munter Hitch / tyed off Munter

Climbing Tools: The Prussik Knot

Kamasutra Versi Bugis (1)

Assikalabineng, Kitab Persetubuhan Orang Bugis SEBAGAIMANA di kebudayaan lainnya, seks bagi masyarakat Bugis selalu dipandang sebagai sesuatu yang eksklusif, sakral, dan tabu untuk dibicarakan secara luas.
Maka pengetahuan tentang hal itu sedapat mungkin dijaga dengan rapat. Selain karena ini menyangkut pola komunikasi paling personal antara sesama manusia, seks juga dipandang sebagai bagian dari kehormatan manusia.
Adalah Muhlis Hadrawi yang menjadi salah satu dari sekian ahli naskah kuno Universitas Hasanuddin yang mengungkap bahwa di masyarakat Bugis, pengetahuan tentang seks sebenarnya juga terangkum dan terdokumentasi dengan baik.
Berbekal ketekunan menghimpun naskah kuno Bugis dalam bentuk lontara, lahirlah buku Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis yang diterbitkan Penerbit Ininnawa akhir tahun lalu. Buku ini sekaligus menjadi penjelas dari sekian tabir yang hanya bisa dilewati orang tertentu sejak dulu kala. Dan uniknya, semua pengetahuan itu masih bisa dipraktikkan dengan baik di zaman modern ini.

Berbeda dengan Kama Sutra yang lebih mengedepankan pada teknik belaka, Assikalabineng lebih dari hal itu. Pengetahuan tentang organ genital dan alat reproduksi, filosofi seks, teknik penetrasi, sentuhan bagian sensitif, penentuan jenis kelamin, pengendalian kehamilan, serta waktu baik untuk berhubungan intim, juga terangkum di dalamnya.
Tak hanya itu, juga terdapat pengetahuan cara membuat tubuh istri tetap seksi dan berwajah cerah dengan menggunakan medium seks. Pengobatan alat kelamin pun dibahas dengan indah.
Mari kita simak Assikalabineng memandang seks dari sudut agama pada halaman 113.
"dan perbaikilah perasaanmu kepada Allah. Apabila kamu telah terbaring, niatkanlah menempatkan neraka di kiri dan durga di kanan...".
Atau pada teknik pendahuluan (foreplay) di halaman 92 yang bercerita mengenai tindakan apa saja yang bisa membangkitkan gairah. "Lalu ciumlah pipi kirinya tiga kali kemudian bacalah ini. Cium lagi pangkal lehernya dan bacalah ini..."
Soal bagaimana mendapatkan anak berkulit putih pun dijelaskan, seperti di halaman 93. "Adapun untuk mendapat anak berkulit putih kita melakukannya waktu isya. Anak yang berkulit hitam, kita melakukannya tengah malam. Anak berkulit kemerah-merahan pada antara dua waktu itu melakukannya.
Lalu yang tak kalah menakjubkan dari kitab ini yakni betapa orang Bugis, terutama yang menguasai kitab ini, memahami dengan benar jenis-jenis organ genital wanita. Cara mengungkapkannya pun sangat simbolik dengan mengasosiasikannya dengan bunga yang cenderung mekar. Pada jenis tertentu ada yang disebut dengan bunga melati atau bunga sibollo.
Pada akhirnya, sebagai karya yang diadaptasi dari disertasi yang dipertahankan di Universitas Indonesia, apa yang dibuat oleh Muhlis Hadrawi menjadikan khasanah pengetahuan kita tentang seks, lebih meluas lagi.(amirpr)

Judul: Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis
Penulis: Muhlis Hadrawi
Penyunting: Anwar Jimpe Rahman dan Nuraidar Agus
Penerbit: Ininnawa, 2008
Tebal: 192 + v halaman, 15x21 cm
SUMBER : http://www.tribun-timur.com/kamasutrabugis

Kamasutra Versi Bugis (2)

Ucapkan Mantra, Hatimu Lenyap di Hatiku
Assikalabineng, Kamasutra Versi Bugis

Hanya sehari setelah ulasan singkat mengenai buku ini tersebar di dunia maya, baragam tanggapan bermunculan. Ada yang bercanda, ada pula yang serius. "Kenapa baru terbitkan sekarang setelah lahir lima anak, hehehe," tulis seorang kandidat doktor di Jepang.

Lain lagi tanggapan dari A Lagaligo Mappangara, ahli pertambangan perusahaan Chevron yang sedang berdinas di Doha, Qatar.
Ia keponakan Bupati Luwu Timur A Hatta Marakarma.
"Hhhmmmmm... pantas kulitnya anakku putih2 semua :)".
Yang serius menulis seperti ini: "dmana bisa dapat bukunya itu????mau buat hadiah he he".
Mau buat hadiah atau untuk diri sendiri?
Namun inti dari semua tanggapan itu tampaknya lebih mengacu pada pandangan bahwa sisi fungsional dari Assikalabineng masih cocok diterapkan saat ini karena sifat seks yang sangat universal.

Ini dikuatkan oleh pernyataan Muhlis Hadrawi, si penulis buku ini.
"Hal ihwal pengetahuan seksualitas yang terkandung di dalam Assikalabineng pada dasarnya menjadi teks practical knowledge, karena menyajikan pengetahuan yang dapat dipraktikkan langsung oleh masyarakat di dalam kehidupan rumah tangganya." (halaman 7).

Meskipun pengetahuan praktis (practikal knowledge) di Assikalabineng ini ditujukan untuk masyarakat umum, namun tak mudah mendapatkan informasi yang lengkap dalam bentuk tertulis seperti pada naskah lontara. Hanya segelintir orang dengan strata sosial tertentu yang bisa menyimpan naskah-naskah kuno itu atau mendapatkannya dari penuturan. Dan karena itu boleh jadi Assikalabineng ini pernah menjadi paddissengang atau pengetahuan yang eksklusif.
Mari lihat tentang cara mendekati istri (halaman 93) menurut Assikalabineng.

"Jika kamu mau menyentuh pintu kiri, tekuk kaki kirimu dan luruskan kaki kanannya, pastilah kamu menyentuh pintu kiri. Pada akhirnya di situlah perempuan akan menemukan kenikmatan..."
Di halaman 102. "Perlakukan semampu kamu hingga kenikmatan mencapai puncak. Pertemukan mulutmu dengan mulutnya. Hidungmu dengan hidungnya. Matanya dengan matamu. Dahinya dengan dahimu. Pastikan bahagian tubuhmu dan tubuhnya bertemu. Arahkan salah satu tanganmu ke farjinya. Tangan satunya lagi memegang kepalanya. Julurkan lidahmu, gigit lidahnya dan isaplah nafasnya. Ucapkan zikir ini A-I-U. Ucapkan dalam hati, "tubuhmu lenyap di tubuhku. Hatimu lenyap di hatiku, rahasiamu lenyap di rahasiaku..."
Tentang bagaimana menghadapi orgasme (halaman 112).
"Apabila zakarmu telah masuk, tahanlah nafasmu. Janganlah lupa diri dan jangan terlalu bernafsu. Ingatlah kata syariat dalam persetubuhan. Jika mani telah keluar, maka lepaslah nafas sedikit demi sedikit. Jangan melepasnya sekaligus. Lepaskan sebanyak empat tahap lalu merasakan kenikmatannya."
Ada pula cara memanjakan istri sehabis berhubungan (halaman 120).
"Apabila kamu selesai bersetubuh, luruskan kaki dan sejajarkan lutut istri dengan baik. Tekan panggulnya dan usap pula keringatnya. Pegang pula persendiannya. Usap-usaplah seluruh tubuhnya sampai dia tertidur baru kamu berhenti."
Tentang waktu dan hari bersetubuh yang ideal pun dikemukakan.
Ada empat hari baik yakni malam Senin, Rabu, Kamis, dan Jumat.
Kendati demikian, malam-malam itu tidak begitu mengikat, terutama jika berkaitan dengan vitalitas tubuh, situasimental, dan lingkungan.(amir pr)

Judul: Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis
Penulis: Muhlis Hadrawi
Penyunting: Anwar Jimpe Rahman dan Nuraidar Agus
Penerbit: Ininnawa, 2008
Tebal: 192 + v halaman, 15x21 cm
SUMBER : http://www.tribun-timur.com/kamasutrabugis


Kamasutra Versi Bugis (3)

Jika Lima Menit Terasa Kurang

RELASI dalam hubungan suami istri, menurut lontara Assikalabineng, merupakan relasi dua pihak yang sepadan dan saling membutuhkan.
Tidak boleh ada sedikit pun pemaksaan satu sama lain dalam hubungan seksual. Praktik melampiaskan hasrat di saat istri sedang tertidur lelap, malah dianggap sebagai bentuk penghinaan. Ini digambarkan seolah-olah istri diperlakukan sebagai budak dan bukan mahluk yang patut dijaga dan disayangi.

Penekanan pada pemaksaan beberapa kali disebutkan dalam lontara Assikalabineng, meski secara mutlak disebutkan pula bahwa suami merupakan "pengatur irama" dan "pemegang kendali" dari seluruh proses hubungan intim itu.
Karena itu, suami sebagai subyek dan istri sebagai obyek, sedapat mungkin mengarahkan hubungan itu pada kenikmatan bersama. Kegagalan memberi kenikmatan bersama di tempat tidur bisa membuat suami digelari orowane bonggo atau lelaki yang dungu. Sebaliknya, laki-laki yang mampu membuat istrinya puas, disebut sebagai orowane mapata, suami yang cerdas.

"Demikianlah yang disebut laki-laki yang berpenetahuan terhadap istrinya. Jika tidak demikian halnya, maka itulah yang dinamakan perilaku laki-laki dungu yang membosankan." (halaman 120-121).

Masalahnya kemudian adalah, pada umumnya suami hanya bisa menjalani hubungan seksual rata-rata tidak lebih dalam lima menit. Sedangkan pada rentang waktu itu, si istri malah belum bisa merasakan puncak kepuasaan. Atas kendala itulah, terletak fungsi pengetahuan yang terdapat dalam lontara Assikalabineng.

Assikalabineng sangat menuntut si suami mengetahui teknik-teknik foreplay. "Lakukanlah tidur bersama dalam satu sarung dan melakukannya terlebih dahulu, istri akan merasa dirinya dimuliakan. Kemudian lanjutkan tidur dalam satu sarung.... Itu berarti kamu melakukan perbuatan yang membangkitkan gairahnya". (halaman 94).

Selanjutnya ada tahap yang harus dilakukan (halaman 104). "Peganglah pusarnya. Jengkalkan tanganmu, ibu jarimu dipusarnya dan kelingkingmu di farjinya. Bila tampak bagimu nafsunya telah bangkit maka berilah penciuman dua belas. Pertama-tama, ciumlah ubun-ubunnya..."
Hingga kemudian terjadilah orgasme. "Jika dia mencapai orgasme, janganlah melepasnya sebab dia sedang mencapai puncak kenikmatan.. ( nalolongennitu rennue makkunraiyye enrengnge nyamengnge. Alliangngani aja'na mulappessangngi)." (halaman 73)

Assikalabineng pun menjelaskan cara merangsang pada titik peka di tubuh istri. Cara yang dimaksud antara lain memegang perut, mencium ubun-ubun, mencium pipi, mencium pangkal leher, dan mencium farji.

Ada 12 titik rangsangan pada tubuh si perempuan yakni ubun-ubun (buwung), telinga (docciling), perantara kening (lawa enning), mata (mata), pipi (pili), hidung (inge'), dagu (sadang), pangkal leher (edda'), tengkuk (cekkong), telapak tangan (pale' lima), buah dada (pangolo), dan pusar (posi).

Sedangkan pada laki-laki ada tiga titik rangsangan yakni mulut (timu), tangan (jari), dan zakar (kalamung). Tiga titik rangsangan ini juga dapat dijadikan sebagai alat untuk merangsang perempuan. Bila ketiga alat itu dikombinasikan pergerakannya pada titik rangsangan perempuan maka akan membangkitkan sensasi yang luar biasa.
Yang tak kalah menarik dari Assikalabineng yakni mengandung informasi bahwa pola seksual akan berpengaruh pada kualitas fisik anak yang dilahirkan. Suara yang merdu, sikap yang jantan, mata yang memikat, bisa dipersiapkan sejak dini di tempat tidur.(amir pr)
Judul: Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis
Penulis: Muhlis Hadrawi
Penyunting: Anwar Jimpe Rahman dan Nuraidar Agus
Penerbit: Ininnawa, 2008
Tebal: 192 + v halaman, 15x21 cm
SUMBER : http://www.tribun-timur.com/kamasutrabugis



Kamasutra Versi Bugis (4)

Di Mana Pusat Rangsangan Tertinggi

Assakalabineng adalah kumpulan manuskrip Lontara asli yang dikumpulkan, diterjemahkan, lalu diolah oleh filolog lontara dari Univeritas Hasanuddin (Unhas), Muhlis Hadrawi, menjadi bacaan dan pengetahuan yang siap dipraktikkan.
Di bagian awal buku yang didedikasikan sebagai tesis untuk meraih gelar master di Universitas Indonesia (UI) ini, penulis menyebutkan ada 44 naskah Lontara yang dipakai sebagai rujukan utama.

Sebanyak 28 teks beraksara Bugis dan 16 sisanya manuskrip lontara Makassar. "Aksaranya macam-macam, ada sulapa eppa, serang, dan jangang-jangang." (hal.10)
Tak mengherankan, tips, trik, sekaligus mantra yang disajikan pun bervariasi, namun pada intinya sama, dan menyesuaikan dengan kultur Bugis pesisir atau Makassar pedalaman.

Seperti proses seleksi hadis, penulis memaparkannya utuh dan menganalisanya.Dalam naskah Bunga Rampai Budaya, yang berisi, "tata cara mandi junub, sebelum melakuklan hubungan seks untuk membangkitkan gairah wanita serta doa-doanya, dan tata cara agar awet muda setelah berhubungan seks," misalnya, diperoleh dari manuskrip tua 52 halaman yang disalin dari pemilik aslinya, Amiruddin, warga Paccerakkang.

Secara teratur buku ini mengklasifikasi titik-titik rangsangan perempuan, manfaat mandi sebagai foreplay atau siklus perubahan titik rangsangan wanita yang berubah sesuai siklus haid, dan hari di masa subur istri, dan siklus mani perempuan yang berpindah-pindah.

Di mana titik mani berada, maka di situlah pusat rangsangan tertinggi, dan akan membuat pasangan suami istri menggelinjang, laiknya gerakan pangkal ekor ikan mujair di lumpur berair.

"Inilah pengetahuan dari Baginda Ali ketika hendak berhubungan dengan Fatimah/Malam jumat dia mencium ubun-ubun sebab di situlah maninya berada/ Sabtu dia mencium kepalanya, sebab di situlah maninya berada/ malam Ahad, Ali mencium mata Fatimah sebab di situlah maninya berada/malam Senin diciuminya perantara keningnya....

Di manuskrip lain, disebutkan tujuh titik rangsangan yang menjadi daerah sensasi selama peredaran malam; pertama, Ubun-ubun (buwung) di malam Jumat; dua, kepala (ulu) di malam Sabtu; ketiga, mata (mata) di malam Ahad; keempat, perantara alis (lewa enning) di malam Senin; kelima, hidung (inge') di malam Selasa; keenam, buah dada (pangolo) di malam Rabu; dan ketujuh, ulu hati (ulu ati) di malam Kamis.

Ketujuh pusat rangsangan itu adalah bagian dari dua belas sensasi seksual perempuan.
"Efek rangsangan terbaik bila dilakukan pada rangkaian titik peka itu, diraba, lalu selalu diiringi ciuman, sebelum masuk ke tahap penetrasi, yang diikuti beberapa mantra dalam bahasa Arab adan Lontara.(thamzil thahir)

Judul: Assikalabineng Kitab Persetubuhan Bugis
Penulis: Muhlis Hadrawi
Penyunting: Anwar Jimpe Rahman dan Nuraidar Agus
Penerbit: Ininnawa, 2008
Tebal: 192 + v halaman, 15x21 cm
SUMBER : http://www.tribun-timur.com/kamasutrabugis