Subject: Di Mana Pusat Rangsangan Tertinggi [ASSIKALAIBINENG]
Senin, 22 November 2010 | 04:00 WITA
Sejak pertama kali dipublikasikan Tribun, Rabu (14/1) lalu, buku Kamasutra versi Bugis, Assikalabineng, Kitab Persetubuhan Bugis, terus dicari. Seluruh kanal dan akses komunikasi ke Tribun, berisi pesan seragam. Melalui jalur SMS, pertanyaan praktis, "Di mana penjualnya dan berapa harganya?". Via ponsel ada yang memelas, "Tolong kodong, ada sahabatku yang mau menikah. Berapa pun harganya, saya akan bayar, ini untuk hadiah". Bahkan pramuniaga tiga gerai buku Gramedia di Makassar, terpaksa "harus" mengecewakan pelanggannya. Dengan pertimbangan, buku terbitan Ininnawa ini masih dalam proses menunggu launching, serta animo pembaca yang membeludak, Kamasutra versi Bugis ini kami lanjutkan. Kali ini lebih menukik kepada trik dan tips yang bisa langsung digunakan dengan sekali baca. ASSAKALABINENG adalah kumpulan manuskrip Lontara asli yang dikumpulkan, diterjemahkan, lalu diolah oleh filolog lontara dari Univeritas Hasanuddin (Unhas), Muhlis Hadrawi, menjadi bacaan dan pengetahuan yang siap dipraktikkan. Di bagian awal buku yang didedikasikan sebagai tesis untuk meraih gelar master di Universitas Indonesia (UI) ini, penulis menyebutkan ada 44 naskah Lontara yang dipakai sebagai rujukan utama. Sebanyak 28 teks beraksara Bugis dan 16 sisanya manuskrip lontara Makassar. "Aksaranya macam-macam, ada sulapa eppa, serang, dan jangang-jangang." (hal.10) Tak mengherankan, tips, trik, sekaligus mantra yang disajikan pun bervariasi, namun pada intinya sama, dan menyesuaikan dengan kultur Bugis pesisir atau Makassar pedalaman. Seperti proses seleksi hadis, penulis memaparkannya utuh dan menganalisanya. Dalam naskah Bunga Rampai Budaya, yang berisi, "tata cara mandi junub, sebelum melakuklan hubungan seks untuk membangkitkan gairah wanita serta doa-doanya, dan tata cara agar awet muda setelah berhubungan seks," misalnya, diperoleh dari manuskrip tua 52 halaman yang disalin dari pemilik aslinya, Amiruddin, warga Paccerakkang. Secara teratur buku ini mengklasifikasi titik-titik rangsangan perempuan, manfaat mandi sebagai foreplay atau siklus perubahan titik rangsangan wanita yang berubah sesuai siklus haid, dan hari di masa subur istri, dan siklus mani perempuan yang berpindah-pindah. Di mana titik mani berada, maka di situlah pusat rangsangan tertinggi, dan akan membuat pasangan suami istri menggelinjang, laiknya gerakan pangkal ekor ikan mujair di lumpur berair. "Inilah pengetahuan dari Baginda Ali ketika hendak berhubungan dengan Fatimah/Malam jumat dia mencium ubun-ubun sebab di situlah maninya berada/ Sabtu dia mencium kepalanya, sebab di situlah maninya berada/ malam Ahad, Ali mencium mata Fatimah sebab di situlah maninya berada/malam Senin diciuminya perantara keningnya....// Di manuskrip lain, disebutkan tujuh titik rangsangan yang menjadi daerah sensasi selama peredaran malam; pertama, Ubun-ubun (buwung) di malam Jumat; dua, kepala (ulu) di malam Sabtu; ketiga, mata (mata) di malam Ahad; keempat, perantara alis (lewa enning) di malam Senin; kelima, hidung (inge') di malam Selasa; keenam, buah dada (pangolo) di malam Rabu; dan ketujuh, ulu hati (ulu ati) di malam Kamis. Ketujuh pusat rangsangan itu adalah bagian dari dua belas sensasi seksual perempuan. "Efek rangsangan terbaik bila dilakukan pada rangkaian titik peka itu, diraba, lalu selalu diiringi ciuman, sebelum masuk ke tahap penetrasi, yang diikuti beberapa mantra dalam bahasa Arab adan Lontara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar