Minggu, 21 November 2010

Kamasutra Versi Bugis [ASSIKALAIBINENG]

Subject: Jika Lima Menit Terasa Kurang [ASSIKALAIBINENG] 
Selsa, 22 November 2010 | 04:53 WITA

RELASI dalam hubungan suami istri, menurut lontara Assikalabineng, merupakan 
relasi dua pihak yang sepadan dan saling membutuhkan.

Tidak boleh ada sedikit pun pemaksaan satu sama lain dalam hubungan seksual. 
Praktik melampiaskan hasrat di saat istri sedang tertidur lelap, malah dianggap 
sebagai bentuk penghinaan. Ini digambarkan seolah-olah istri diperlakukan 
sebagai budak dan bukan mahluk yang patut dijaga dan disayangi.
Penekanan pada pemaksaan beberapa kali disebutkan dalam lontara Assikalabineng, 
meski secara mutlak disebutkan pula bahwa suami merupakan "pengatur irama" dan 
"pemegang kendali" dari seluruh proses hubungan intim itu.
Karena itu, suami sebagai subyek dan istri sebagai obyek, sedapat mungkin 
mengarahkan hubungan itu pada kenikmatan bersama. Kegagalan memberi kenikmatan 
bersama di tempat tidur bisa membuat suami digelari orowane bonggo atau lelaki 
yang dungu. Sebaliknya, laki-laki yang mampu membuat istrinya puas, disebut 
sebagai orowane mapata, suami yang cerdas.
"Demikianlah yang disebut laki-laki yang berpenetahuan terhadap istrinya. Jika 
tidak demikian halnya, maka itulah yang dinamakan perilaku laki-laki dungu yang 
membosankan." (halaman 120-121).
Masalahnya kemudian adalah, pada umumnya suami hanya bisa menjalani hubungan 
seksual rata-rata tidak lebih dalam lima menit. Sedangkan pada rentang waktu 
itu, si istri malah belum bisa merasakan puncak kepuasaan. Atas kendala itulah, 
terletak fungsi pengetahuan yang terdapat dalam lontara Assikalabineng.
 Assikalabineng sangat menuntut si suami mengetahui teknik-teknik foreplay. 
"Lakukanlah tidur bersama dalam satu sarung dan melakukannya terlebih dahulu, 
istri akan merasa dirinya dimuliakan. Kemudian lanjutkan tidur dalam satu 
sarung.... Itu berarti kamu melakukan perbuatan yang membangkitkan gairahnya". 
(halaman 94).
Selanjutnya ada tahap yang harus dilakukan (halaman 104). "Peganglah pusarnya. 
Jengkalkan tanganmu, ibu jarimu dipusarnya dan kelingkingmu di farjinya. Bila 
tampak bagimu nafsunya telah bangkit maka berilah penciuman dua belas. 
Pertama-tama, ciumlah ubun-ubunnya..."
Hingga kemudian terjadilah orgasme. "Jika dia mencapai orgasme, janganlah 
melepasnya sebab dia sedang mencapai puncak kenikmatan.. ( nalolongennitu 
rennue makkunraiyye enrengnge nyamengnge. Alliangngani aja'na 
mulappessangngi)." (halaman 73).
Assikalabineng pun menjelaskan cara merangsang pada titik peka di tubuh istri. 
Cara yang dimaksud antara lain memegang perut, mencium ubun-ubun, mencium pipi, 
mencium pangkal leher, dan mencium farji.
Ada 12 titik rangsangan pada tubuh si perempuan yakni ubun-ubun (buwung), 
telinga (docciling), perantara kening (lawa enning), mata (mata), pipi (pili), 
hidung (inge'), dagu (sadang), pangkal leher (edda'), tengkuk (cekkong), 
telapak tangan (pale' lima), buah dada (pangolo), dan pusar (posi).
Sedangkan pada laki-laki ada tiga titik rangsangan yakni mulut (timu), tangan 
(jari), dan zakar (kalamung). Tiga titik rangsangan ini juga dapat dijadikan 
sebagai alat untuk merangsang perempuan. Bila ketiga alat itu dikombinasikan 
pergerakannya pada titik rangsangan perempuan maka akan membangkitkan  sensasi 
yang luar biasa.
Yang tak kalah menarik dari Assikalabineng yakni mengandung informasi bahwa 
pola seksual akan berpengaruh pada kualitas fisik anak yang dilahirkan. Suara 
yang merdu, sikap yang jantan, mata yang memikat, bisa dipersiapkan sejak dini 
di tempat tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar