Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya  proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah  atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping,  karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua  batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan  atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat  terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali  ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam  air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini  akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di  tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam  bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang  tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya  yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang  terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan.  Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak  heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan  dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan  lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya  berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup  ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses  kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan  oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang  terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola  rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan  faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek  geologis lainnya.

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar